Talk to my self

Hanya tentang betapa sulit dunia untuk dipahami. Presepsi pertama saat aku hidup dalam suatu dunia yang ada di dunia. Ya, awalnya memang seperti itu, sulit sekali, ucapku berkali-kali, hingga otakku bekerja diluar kapasitasnya. Berputar dan terus saja berputar, tanpa ada niat dan tujuan. Bahkan jawaban. Aku melakukanya berkali-kali. Bodohnya. Pikirku kemudian. Hingga sesuatu berbisik, untuk apa aku memahaminya jika aku sudah hidup di dalamnya? Maksudku, untuk apa aku harus benar-benar paham sedang waktu terus berjalan meninggalkanku yang masih berfikir apa aku akan benar dalam melangkah? Apa jika aku melangkah aku akan menemukan hal buruk? Apa aku ... Entahlah. Semuanya dalam keraguan karena aku tidak pernah paham medan yang akan ku tempuh. Tapi bukankah dunia bukanlah medan yang jika salah seorang sudah melaluinya ia bisa bercerita pada orang lain sehingga akan mempermudah perjalanan orang lain? Mungkin ya dan mungkin tidak. Karena terkadang Tuhan mempersiapkan medan yang berbeda untuk setiap makhluk ciptaannya. Sebenarnya ini adalah inti dari kasus dalam hidupku. Aku berusaha memahami medan yang ditempuh orang lain. Hingga aku mulai berpresepsi ... 'Aku akan beruntung jika mengikuti langkah orang itu.' lalu dimulailah kehidupan yang ku tempuh dengan cara orang lain dan dengan harapan hidupku juga seperti orang itu. Awalnya memang mulus, hingga sesuatu mulai membuatku ragu lagi, 'Orang lain juga melakukan hal yang sama dengan orang yang kucontoh, tapi kenapa dia tidak beruntung?' lalu melambatlah langkahku. Seperti itu dan selalu seperti itu ... Hingga aku bosan dan kebosanan itu yang mulai menyadarkanku, bahwa 'Hey! Aku punya medanku sendiri.' lalu 'Kenapa aku harus mempermasalahkan medan orang lain jika aku punya medanku sendiri?' 'Kenapa aku harus ragu dalam langkahku karena kesalahan seseorang dalam mengambil langkahnya? Bukankan manusia memang wajar jika suatu ketika berbuat salah? Bukahkan aku hanya bisa mengambil pelajaran darinya tapi harus tetap melangkah pasti?'
JAWABANNYA ADALAH YA.